TUGAS
MANAJEMEN
KEUANGAN
( Manajemen Modal Kerja )
Dikumpulkan Untuk Memenuhi Salah SatuTugas Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Manajemen Keuangan
Program Pasca Sarjana
Dosen Pengampu: Dr. Supawi Pawenang, SE., MM
Oleh :
Nama
: Dwi Niscayawati
NPM
: 2015 P 20098
Kelas
/Smt :
XXI B / 2
PROGRAM PASCASARJANA
(PPS)
UNIVERSITAS
ISLAM BATIK ( UNIBA )
2016
MANAJEMEN
MODAL KERJA
A. Pengertian
Modal Kerja
Pengertian modal kerja menurut Jumingan (2011:66) disebutkan bahwa modal
kerja adalah:
“Modal kerja
yaitu jumlah dari aktifa lancar. Jumlah ini merupakan modal kerja bruto (gross working
capital). Definisi
ini bersifat kuantitatif karena menunjukan jumlah dana yang digunakan untuk
maksud-maksud operasi jangka pendek. Waktu tersedianya modal kerja akan
tergantung pada macam dan tingkat likuiditas dari unsur-unsur aktiva lancar
misalnya kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan.
Pengertian lain tentang modal kerja didefinisikan oleh Kasmir (2012:250)
yang mendefinisikan modal kerja dengan definisi berikut:
”Pengertian
modal kerja merupakaan modal yang digunakaan untuk melakukan kegiatan operasi
perusahaan. Modal kerja diartikan sebagai investasi yang ditanamkan dalam
aktiva lancar atau aktiva jangka pendek, seperti kas, bank, surat-surat
berharga,piutang, persediaan dan aktiva lancar.”
Pengertian modal kerja menurut Ehrhard & Brigham (2014: 643)
didefinisikan sebagai “Working Capital is
the excess of current assets that has been supplied by the long-term creditors and the stockholders.”
Berdasarkan pengertian tersebut, modal kerja diartikan sebagai kelebihan dari
aset lancar yang dipasok oleh para kreditor jangka panjang dan pemegang saham.
Pengertian modal kerja menurut Weston dan
Brigham (dalam Van Horne & Wachowicz, 2014: 207) didefinisikan
sebagai berikut: “Working Capital is a firm’s investments in
short – term assets – cash, short-term securities, account receivable, and
inventories. Gross Working Capital is the firm’s total current assets. Net
working capital is current Assets minus current liabilities. Working Capital
Management, which encompases all aspects of the administration of both current
assets and current Liabilities”. Konsep tersebut diartikan bahwa: Modal
kerja adalah investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek seperti kas, sekuritas (surat – surat berharga), piutang dagang dan persediaan.
Jadi modal kerja ini disebut modal
kerja bruto (gross working capital). Sedang modal
kerja bersih (net working capital)
adalah aktiva lancar dikurangi hutang lancar. Manajemen modal kerja
didefinisikan secara luas mencakup semua aspek pengelolaan baik aktiva lancar
maupun huntang lancar.
Berdasarkan berbagai pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam harta jangka pendek atau aktiva
lancar.
B. Konsep
Modal Kerja
Menurut Munawir (2010:14)
ada 3 konsep modal kerja yang umum digunakan. Ketiga konsep tersebut terdiri
dari: konsep modal kerja kuantitatif, konsep modal kerja kualitatif, dan konsep
modal kerja fungsional. Ketiga konsep tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Konsep
Modal Kerja Kuantitatif
Konsep ini menitik beratkan
kepada kuantum yang diperlakukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam
membiayai operasinya yang bersifat rutin atau menunjukan jumlah dana (fund)
yang tersedia untuk tujuan operasi jangka penpek. Dalam konsep ini menganggap
bahwa modal kerja adalah jumlah aktiva lancar (gross working capital ) (Munawir, 2010: 14).
2. Konsep
Modal Kerja Kualitatif
Konsep ini menitik beratkan
pada kualitas modal kerja, dalam konsep ini pengertian modal kerja adalah
kelebihan aktiva lancar terhadap hutang jangka pendek (net working capital),
yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun
para pemilik perusahaan (Munawir,
2010: 15).
3. Konsep
Modal Kerja Fungsional
Konsep ini menitik beratkan
fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari
usaha pokok perusahaan. Konsep
ini berdasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan (income).
Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan
dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh
perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilka laba periode ini (current
income) ada sebagian dana yang digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan
laba dimasa yang akan datang.
C. Fungsi
dan Manfaat Modal Kerja
Fungsi modal kerja menurut Kasmir (2012: 254) adalah
sebagai berikut:
1.
Modal Kerja itu menampung kemungkinan akibat
buruk yang ditimbulkan karena penurunan nilai aktiva lancar seperti penurunan
nilai piutang yang diragukan dan yang tidak dapat ditagih atau penurunan nilai
persediaan;
2.
Modal kerja yang cukup memungkinkan
perusahaan untuk membayar semua utang lancarnya tepat pada waktunya dan untuk
memanfaatkan potongan tunai; dengan menggunakan potongan tunai maka jumlah yang
akan dibayarkan untuk pembelian barang menjadi berkurang;
3.
Modal kerja yang cukup memungkinkan
perusahaan untuk memelihara Credit
standing perusahaan yaitu penilaian pihak ketiga, misalnya bank dan para
kreditor akan kelayakan perusahaan untuk memelihara kredit. Disamping itu modal
kerja yang mencukupi memungkinkan perusahaan untuk menghadapi situasi darurat
seperti dalam hal terjadi: pemogokan banjir dan kebakaran;
4.
Memungkinkan perusahaan untuk memberikan
syarat kredit kepada para pembeli. Kadang-kadang perusahaan harus memberikan
kepada para pembelinya syarat kredit yang lebih lunak dalam usaha membantu para
pembeli yang baik untuk membiayai operasinya;
5.
Memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan
persediaan pada suatu jumlah yang mencukupi untuk melayani kebutuhan para
pembeli dengan lancar;
6.
Memungkinkan pimpinan perusahaan untuk
menyelenggarakan perusahaan lebih efisien dengan jalan menghindarkan kelambatan
dalam memperoleh bahan, jasa dan alat-alat yang disebabkan karena kesulitan
kredit; dan
7.
Modal kerja yang mencukupi, memungkinkan pula
perusahaan untuk menghadapi masa resesi dan depresi dengan baik.
Modal kerja mampu membiayai pengeluaran atau operasi
perusahaan sehari-hari. Dengan modal kerja yang cukup akan membuat perusahaan
beroperasi secara ekonomis dan efesien serta tidak mengalami kesulitan
keuangan. Manfaat modal kerja menurut Munawir (2010: 116) adalah sebagai
berikut:
1.
Melindungi perusahaan terhadap krisis modal
kerja karena turunnya nilai dari aktiva lancar;
2.
Memungkinkan untuk dapat membayar semua
kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya;
3.
Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam
jumlah yang cukup untuk melayani para konsumen;
4.
Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan
syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para langganannya; dan
5.
Memungkinkan bagi perusaahan untuk dapat
beroperasi dengan lebih efesien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh
barang ataupun jasa yang dibutuhkan.
D. Jenis-jenis
Modal Kerja
Menurut Munawir (2010: 119)
pada dasarnya modal kerja itu terdiri dari dua,yaitu pertama, bagian yang tetap
atau bagian yang permanen yaitu jumlah minimum yang harus tersedia agar
perusahaan dapat berjalan lancar tanpa kesulitan keungan, dan kedua jumlah
modal kerja yang variabel yang jumlahnya tergantung pada aktifitas musiman dan
kebutuhan-kebutuhan di luar aktivitas biasa. Jenis modal kerja menurut W.B.
Taylor (Riyanto, 2001: 61) modal
kerja dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu: modal kerja permanen (Permanent Working Capital) dan modal
kerja variabel (Variable Working Capital).
Kedua jenis modal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Modal
Kerja Permanen (Permanent Working Capital)
Modal kerja permanen merupakan modal kerja yang harus tetap ada pada
perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya atau dengan kata lain modal kerja
yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha.
Modal kerja ini terdiri dari Modal Kerja Primer (Primary
Working Capital) dan Modal Kerja Normal (Normal Working Capital).
a.
Modal
Kerja Primer (Primary Working Capital)
Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) adalah jumlah modal kerja
minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.
b.
Modal
Kerja Normal (Normal Working Capital)
Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) adalah jumlah modal kerja
yang diperlukan untuk menyelenggarakan luasnya persediaan produk yang normal
atau dinamis, luasnya produk mengikuti jumlah penjualan produk pada perusahaan.
2. Modal
Kerja Variabel (Variable Working Capital)
Modal kerja variabel merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
sesuai dengan perolehan keadaan dan modal kerja ini dibedakan antara lain
menjadi: Modal Kerja Musiman (Seasonal
Working Capital); Modal Kerja Siklis (Cyclical
Working Capital); dan Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital).
a.
Modal
Kerja Musiman (Seasonal Working Capital)
Modal kerja musiman adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah yang
disebabkan oleh fluktuasi musim.
b.
Modal
Kerja Siklis (Cyclical Working Capital)
Modal kerja siklis adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah yang
disebabkan oleh fluktuasi konjungtur.
c.
Modal
Kerja Darurat (Emergency Working Capital)
Modal kerja darurat adalah modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena
adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya, misalnya pemogokan
karyawan, banjir, perubahan ekonomi yang mendadak dan lain-lain.
Menurut Halim (2002: 89-92) menyatakan bahwa besar kecilnya kebutuhan modal
kerja tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah sebagai
berikut:
a.
Volume
Penjualan
Faktor ini adalah faktor yang paling utama, karena perusahaan memerlukan
modal kerja untuk menjalankan aktivitasnya di mana puncak dari aktivitas penjualan,
dari ini perusahaan bisa mengukur efektif dan efisiennya perkembangan pada
karyawan dan perusahaan.
b.
Pengaruh
Musim
Musim dapat mempengaruhi permintaan dari barang, maka penjualan akan
berfluktuasi dan fluktuasi penjualan akan mengakibatkan perbedaan-perbedaan
jumlah kebutuhan modal kerja dan inilah yang menimbulkan adanya modal kerja
variabel.
c.
Perubahan
teknologi
Perkembangan teknologi terutama yang berhubungan dengan proses produksi
dapat mempunyai pengaruh yang tajam terhadap kebutuhan modal kerja.
d.
Kebijakan-kebijakan
Perusahaan
Beberapa kebijakan perusahaan yang diambil dapat mempengaruhi tingkat
modal kerja baik permanen ataupun variabel. Jika perusahaan mengubah kebijakan
kredit net 30 menjadi net 60, maka tambahan dana permanen mungkin terikat pada
piutang. Jika perusahaan mengubah kebijakan produksi mungkin akan mempengaruhi
kebutuhan persediaan. Perubahan tingkat minimum kas mungkin akan menaikkan atau
menurunkan modal kerja.
Macam-macam modal kerja
itu dapat digambarkan seperti nampak di bawah ini.
Gambar Jenis-jenis Modal
Kerja
E. Penentuan
Jumlah Modal Kerja
Terdapat beberapa metode
yang biasa dipergunakan untuk menentukan besarnya kebutuhan modal kerja seperti
(1) metode keterikatan dana, (2) metode perputaran modal kerja, (3) metode
aliran kas. Ketiga metode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Metode Keterikatan Dana
Metode ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Periode
Terikatnya Modal Kerja
|
=
|
Jumlah
Hari dalam Satu Tahun
|
Tingkat
Perputaran Modal Kerja
|
Contoh:
Analisis kasus: misalkan
anda bermaksud untuk mendirikan usaha pembuatan berbagai jenis roti di kota
anda. Setiap harinya diperlukan uang tunai untuk membeli bahan bahan baku,
membayar tenaga kerja, dan pengeluaran tunai lainnya sebesar Rp 1.000.000. roti
hasil perusahaan dijual secara tunai dan terjual seluruhnya pada hari itu juga
dengan pendapatan Rp 1.100.000. Kemudian malam harinya ia berbelanja lagi untuk
membuat roti yang akan dijual esok harinya dengan pengeluaran yang sama sebesar
Rp 1.000.000, sedang selebihnya Rp 100.000 digunakan untuk konsumsi biaya hidup
keluarga. Jika hal ini dilakukan terus menerus maka modal kerja dapat dikatakan
Rp 1.000.000.
2. Metode Perputaran Modal Kerja
Metode ini berbeda dengan metode
keterikatan dana, karena metode ini menentukan kebutuhan modal kerja dengan
memperhatikan perputaran elemen pembentuk modal kerja itu sendiri seperti kas,
piutang dan persediaan. Untuk menentukan besarnya modal kerja maka dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Tingkat
Perputaran Modal Kerja
|
=
|
Penjualan
|
(Aktiva
Lancar – Hutang Lancar)
|
3. Metode Aliran Kas
Metode ini menggunakan analisa cash
flow. Arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas pendanaan, dan aktivitas
pembiayaan. Untuk menentukan besarnya modal kerja maka dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kas Per
Hari
|
=
|
(Penjualan
– Laba Bersih – Depresiasi)
|
Jumlah
Hari dalam Satu Tahun
|
F. Pemenuhan
Kebutuhan Dana
Bagi manajer
keuangan sangat penting untuk menganalisis berapa besar kebutuhan aktiva lancar
yang sifatnya permanen dan yang berfluktuasi (variabel). Yang bersifat
permanen, sebesar modal kerja minimum yang selalu harus ada selama satu tahun.
Untuk kemudian memilih sumber dana untuk membiayai investasi itu baik aktiva
lancar maupun aktiva tetap. Terdapat tiga alternatif pemenuhan kebutuhan dana
menurut Sartono (2014: 386-390) dalam kaitannya dengan aktiva lancar. Ketiga
pendekatan tersebut adalah: (1) matching approach, (2) conservative
approach, dan (3) aggressive approach.
1.
Matching approach
Pendekatan ini akan
membiayai investasi aktiva tetap dan aktiva lancar permanen dengan sumber dana
jangka panjang, baik itu hutang jangka panjang maupun modal sendiri. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari resiko perusahaan apabila sumber dana yang
digunakan adalah sumber dana jangka pendek, maka pada saat jatuh tempo
perusahaan tidak dapat membayarnya kembali.
Pendekatan macthing approach dalam memenuhi kebutuhan dana dapat disajikan ke
dalam diagram berikut.
Gambaran Matching Approach
2.
Conservative approach
Pendekatan ini akan
membiayai aktiva tetap dan aktiva lancar permanen serta sebagian aktiva lancar
yang berfluktuasi dengan hutang jangka panjang atau modal sendiri. Struktur
hutang jangka pendek dengan demikian akan lebih kecil dibandingkan dengan Matching Approach. Keputusan ini
dimaksudkan untuk lebih memperkecil resiko meskipun akan memperkecil keuntungan
yang diharapkan tersedia untuk pemegang saham, karena biaya hutang jangka
panjang pada umumnya lebih besar dari pada biaya hutang jangka pendek. Hal ini
disebabkan karena resiko dalam hutang jangka panjang yang relatif lebih besar
dari pada hutang jangka pendek yang relatif lebih kecil.
Pendekatan conservative approach dalam memenuhi
kebutuhan dana dapat disajikan ke dalam diagram berikut.
Gambaran Conservative
Approach
3.
Aggressive approach
Aggressive
approach, adalah pendekatan dalam pemenuhan
kebutuhan dana dengan menggunakan proporsi utang jangka pendek yang lebih
besar, jika dibandingkan dengan pendekatan yang lain. Perusahaan yang menganut
pendekatan ini akan memenuhi aktiva tetap dan sebagian aktiva lancar permanen
dengan utang jangka panjang dan sebagian aktiva lancar permanen dan semua
aktiva lancar variabel dengan utang jangka pendek. Oleh karena itu perusahaan
yang menggunakan pendekatan ini menanggung pengembalian utang jangka pendek
yang lebih besar, sehingga risiko fluktuasi bunga jangka pendek juga semakin
besar tetapi dengan harapan bahwa laba yang diperoleh juga akan semakin besar
dengan demikian akan memperkecil biaya utang jangka pendek.
Pendekatan aggressive approach dalam memenuhi kebutuhan dana dapat disajikan
ke dalam diagram berikut:
Gambaran Aggressive Approach
Ketiga
alternatif tersebut pada dasarnya membedakan modal kerja menjadi dua komponen
yaitu modal kerja variabel dan modal kerja permanen (Sartono, 2014: 395).
Pendekatan yang agresif menggunakan utang jangka pendek yang lebih besar
dibandingkan dengan pendekatan konservatif. Sedangkan matching approach
terletak di antara dua pendekatan itu. Meskipun penggunaan utang jangka pendek
lebih berisiko dibandingkan dengan utang jangka panjang, tetapi penggunaan
utang jangka pendek memiliki beberapa keuntungan: kecepatan, biaya utang yang
lebih rendah, dan risiko.
Dari segi
kecepatan untuk memperoleh kebutuhan modal kerja, utang jangka pendek relatif
lebih mudah dan cepat diperoleh daripada utang jangka panjang. Hal ini
disebabkan karena kreditur enggan untuk memberikan pinjaman jangka panjang
sebelum melakukan evaluasi keuangan yang cermat. Selain itu utang jangka pendek
relatif lebih fleksibel dibandingkan dengan utang jangka panjang. Banyak
perusahaan enggan untuk mengambil utang jangka panjang karena tiga alasan: flotation
cost yang tinggi, penalti akibat pelunasan yang lebih awal sangat tinggi,
utang jangka panjang mengurangi keleluasaan manajemen dalam manuver dana.
Dalam kondisi
normal, bunga utang jangka pendek akan lebih rendah daripada bunga utang jangka
panjang. Ini erat kaitannya dengan tingkat risiko yang dihadapi oleh kreditur.
Dengan demikian cukup rasional jika kreditur menghendaki tingkat keuntungan
yang lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko yang mereka hadapi. Tetapi perlu
diingat bahwa penggunaan utang jangka pendek yang tidak hati-hati akan memberatkan
perusahaan karena besar kemungkinan pada saat utang tersebut jatuh tempo,
perusahaan tidak mampu membayar kembali. Dengan demikian untuk utang jangka
pendek dalam jumlah besar akan
memperburuk posisi keuangan perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus Wibowo & Sri
Wartini. 2012. Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas dan Leverage Terhadap
Profitabilitas. Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 3 No. 1, 2012.
Ehrhardt, Michael C., and
Eugene F. Brigham. 2014. Financial
Management: Theory and Practice. Singapore: South-Western Cengage Learning.
Jumingan. 2011. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Bumi
Aksara
Munawir,
S. 2010. Analisis Informasi Keuangan, Liberty, Yogyakarta.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan, Edisi. Keempat, Cetakan Ketujuh, BPFE Yogyakarta,
Yogyakarta.
Sartono
(2014: 386-390)
Sartono, Agus. 2014. Manajemen Keuangan. Edisi 12.
Yogyakarta: BPFE UGM.
Van Horne, James C., and
John M. Wachowicz. Fundamentals of
Financial Management 13th Edition. London: Prentice Hall
Financial Times.